Jakarta, Polusi udara sepertinya sudah tak bisa dilepaskan dari daerah perkotaan karena banyaknya kendaraan pribadi dan
kendaraan umum yang berlalu-lalang di daerah itu. Padahal sebuah studi
baru mengungkapkan bahwa paparan polusi udara tingkat tinggi yang
berasal dari kendaraan-kendaraan ini dapat meningkatkan risiko seorang
anak untuk terkena autisme.
"Anak yang terpapar polutan berkadar tinggi dari lalu lintas selama masa kehamilan atau tahun pertama kehidupannya berisiko lebih tinggi terkena autisme dibandingkan anak-anak yang paparan polusi udaranya paling rendah," ungkap Heather E. Volk, PhD, MPH, seorang asisten profesor riset dari University
of Southern California Keck School of Medicine.
Namun besarnya risiko tergantung pada waktu paparan. Jika paparan polusi udaranya terjadi selama masa kehamilan maka risiko autisnya bisa dua kali lipat, sedangkan paparan polusi pada tahun pertama kehidupan si anak dapat mengakibatkan munculnya risiko hingga tiga kali lipat.
Untuk mencapai kesimpulan itu peneliti mengamati data 279 anak pengidap autisme dan membandingkannya dengan 245 anak lain yang tidak mengidap gangguan pemusatan perhatian ini. Ketika studi dimulai, keseluruhan partisipan berusia 2-5 tahun.
Peneliti juga menggunakan alamat tempat tinggal sang ibu untuk memperkirakan paparan polusi yang dialaminya pada setiap trimester kehamilan dan selama tahun pertama kehidupan si anak.
Selain itu, peneliti menggunakan informasi dari EPA (Environmental Protection Agency) dan membuat model lalu lintas untuk mencari tahu seberapa banyak polusi udara yang diperoleh dari setiap lokasi tempat tinggal partisipan. Tak lupa peneliti mengamati paparan materi partikulat dan kadar nitrogen dioksida yang ada dalam polusi udara di suatu daerah.
"Dalam studi ini kami juga mempertimbangkan seberapa macet jalanan itu, kepadatan lalu lintas, volume lalu lintas hingga seberapa sering jalanan itu dilewati," papar Volk seperti dikutip dari WebMD, Jumat (30/11/2012).
Dari situ peneliti menemukan bahwa risiko autisme seorang anak akan semakin tinggi jika terpapar lebih banyak polusi udara, terlepas itu sebelum lahir atau selama tahun pertama kehidupan si anak.
Kendati begitu, Volk mengaku tak tahu mengapa polusi udara ada kaitannya dengan risiko autisme. Hanya saja sejumlah sumber polusi (polutan) telah terbukti mampu membatasi pergerakan sebuah gen yang penting bagi perkembangan otak. Ekspresi gen ini juga terbukti dapat mengurangi otak menjadi autis.
"Lagipula polusi udara dapat menyebabkan peradangan dan bisa jadi itu memainkan peran penting disini," pungkasnya.
"Anak yang terpapar polutan berkadar tinggi dari lalu lintas selama masa kehamilan atau tahun pertama kehidupannya berisiko lebih tinggi terkena autisme dibandingkan anak-anak yang paparan polusi udaranya paling rendah," ungkap Heather E. Volk, PhD, MPH, seorang asisten profesor riset dari University
of Southern California Keck School of Medicine.
Namun besarnya risiko tergantung pada waktu paparan. Jika paparan polusi udaranya terjadi selama masa kehamilan maka risiko autisnya bisa dua kali lipat, sedangkan paparan polusi pada tahun pertama kehidupan si anak dapat mengakibatkan munculnya risiko hingga tiga kali lipat.
Untuk mencapai kesimpulan itu peneliti mengamati data 279 anak pengidap autisme dan membandingkannya dengan 245 anak lain yang tidak mengidap gangguan pemusatan perhatian ini. Ketika studi dimulai, keseluruhan partisipan berusia 2-5 tahun.
Peneliti juga menggunakan alamat tempat tinggal sang ibu untuk memperkirakan paparan polusi yang dialaminya pada setiap trimester kehamilan dan selama tahun pertama kehidupan si anak.
Selain itu, peneliti menggunakan informasi dari EPA (Environmental Protection Agency) dan membuat model lalu lintas untuk mencari tahu seberapa banyak polusi udara yang diperoleh dari setiap lokasi tempat tinggal partisipan. Tak lupa peneliti mengamati paparan materi partikulat dan kadar nitrogen dioksida yang ada dalam polusi udara di suatu daerah.
"Dalam studi ini kami juga mempertimbangkan seberapa macet jalanan itu, kepadatan lalu lintas, volume lalu lintas hingga seberapa sering jalanan itu dilewati," papar Volk seperti dikutip dari WebMD, Jumat (30/11/2012).
Dari situ peneliti menemukan bahwa risiko autisme seorang anak akan semakin tinggi jika terpapar lebih banyak polusi udara, terlepas itu sebelum lahir atau selama tahun pertama kehidupan si anak.
Kendati begitu, Volk mengaku tak tahu mengapa polusi udara ada kaitannya dengan risiko autisme. Hanya saja sejumlah sumber polusi (polutan) telah terbukti mampu membatasi pergerakan sebuah gen yang penting bagi perkembangan otak. Ekspresi gen ini juga terbukti dapat mengurangi otak menjadi autis.
"Lagipula polusi udara dapat menyebabkan peradangan dan bisa jadi itu memainkan peran penting disini," pungkasnya.
Lowongan
Dre@ming Post______
sumber : detik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar